Sahabat Terindah
Sahabat
yang baik, adalah sahabat
yang sering sejalan denganku,
Dan menjaga nama baikku,ketika aku hidup,maupun setelah
aku mati nanti,
Desau angin merambat diantara
jalan setapak, dedaunan berguguran satu-demi satu ke tanah menyiratkan sebuah
makna yang teramat dalam bagi mereka yang mampu membaca alam, satu demi satu
daun yang telah gugur akan tergantikan tunas-tunas baru yang akan menggantikannya,
bukankah di dunia ini tidak ada yang abadi. Hari ini hujan kembali
membasahi bumi ini entah sudah berapa kalikah tetes air telah menusuk jantung
bumi, bagai sebuah mata pedang yang melayang turun dari langit
Diantara rinai hujan tersebut,
Ani sedang mempersiapkan bahan-bahan yang akan ia
bawa nanti saat Ospek, ya.Ani adalah seorang mahasiswi baru, yang harus
mengikuti aturan-aturan yang ada di fakultasnya bila ia ingin mendapat teman
disana, walau sebenarnya ia kurang suka dengan cara perpeloncoan seperti itu, mengapa
tidak diadakan acara bakti sosial saja atau semacamnya yang lebih bermanfaat, menurutnya
kegiatan Ospek tersebut hanyalah ajang balas dendam kakak
kelas dan juga tempat nampang kakak-kakak kelas untuk menunjukan betapa berkuasanya mereka, walau sebenarnya mereka hanya mahasiswa
biasa yang kebetulan mengikuti UKM.
”huh bikin orang repot
saja”gumam Ani dalam hati sembari memasukan bahan-bahan yang akan digunakan saat Ospek besok kedalam tasnya.
******
Pagi hari yang melelahkan bagi
mahasiswa baru. Satu demi satu mahasiswa baru telah
berdatangan di depan aula, dan siap menerima interuksi dari para senior, untuk
meminta tandatangan dan untuk mengisi lembar agenda yang sudah disediakan, dengan dandanan yang mencolok, para senior
terlihat tengah sibuk memeriksa perlengkapan para mahasiswa baru satu-persatu,
mereka tidak segan menghukum ketika didapatinya perlengkapan yang dibawa
mahasiswa baru tersebut kurang lengkap.
Namun pagi itu Ani bangun kesiangan, karna semalam ia menyiapkan bahan-bahan tersebut
hingga larut malam dan pada akhirnya ia terlambat datang, dia berjalan menuju aula dengan cueknya yang
tanpa dia sadari ada mahasiswa senior yang sejak dari tadi berdiri di
belakangnya dan mencegatnya.
”hey,,,kenapa kamu
terlambat,?”tanya seorang senior yang berbadan tegap dan berambut pendek ala
militer tersebut dengan lantang, dengan suara yang di buat-buat supaya orang yang
mendengar takut padanya, ketika Ani mulai memasuki pintu aula tersebut.
Lagi-lagi senior yang itu. Sudah dari kemarin dia selalu memarahi dan mengerjainya. Terlebih dia selalu mencari-cari alasan untuk
menghukumnya, huh dasar
polisi gadungan fikirnya.
”Bangun kesiangan kak, tadi malam tidur kemalaman” jawab Ani sembari mengucek-ngucek matanya karna menahan kantuk.
“Apa kamu tidak tau, bukan kamu saja
yang kemarin malam tidur kemalaman, semua temen-temen kamu juga pastinya
kemarin tidur kemalaman, tapi mereka bisa datang tepat waktu”.
“Lalu harus gimana lagi, memang kenyataannya saya
datang terlambat, sudah mending saya mau mengikuti acara Ospek yang konyol ini”
”wah,..hebat adik kita yang
satu ini, berani melawan senior ya,!!,siapa nama kamu?” tanyanya dengan masih suara lantang.
”Dwi Yani”jawabnya dengan tenang, “Panggil saja saya Ani”. Senior tersebut pun menarik dia ke tengah
kerumunan mahasiswa-mahasiswa lain yang juga sedang mengikuti ospek.
“Hai teman-teman, lihat ada mahasiswa
baru yang berani melawan kita dan datang terlambat”berkatalah dia dengan
tatapan sinis. “Bagaimana kalau dia kita hukum, setuju tidak?” tanyanya kepada
kerumunan mahasiswa yang sedang mengikuti ospek, semua mahasiswa baru hanya
dapat menundukan kepalanya dan tidak berani nenatap mata sang senior tersebut
yang tatapan matanya setajam Rajawali.
”Bagus, sebagai hukumannya. karena kamu
terlambat, kamu harus menyanyi untuk kita semua, setuju temen-temen??” berkata senior tersebut sembari tersenyum padanya, sungguh senyum yang sangat menyakitkan. Bagi
mereka mentertawakan orang lain memang suatu hal yang sangat menyenangkan, tapi
apakah mereka tidak tahu bahwa orang yang ditertawakannya itu menangis, walau
hanya didalam hatinya.
”setuju,,,” berkatalah semua yang ada di dalam Aula
baik senior atau pun junior secara serempak. Bagus, ya inilah ciri khas sebuah peradaban manusia, dimana akan selalu ada
orang yang mentertawakan dan yang ditertawakan.
Akhirnya hari yang ditunggu-tunggu Ani pun datang. Ospek yang melelahkan itu pun berakhir. Huh,..tidak disangka dia telah melewati tiga hari dalam masa-masa yang
berat dan melelahkan, yang benar-benar telah menguji mentalnya secara tidak
langsung.
Berakhirnya Ospek menandakan
kemenangan bagi dirinya karena telah berhasil mengalahkan rasa takut dan sifat
pemalunya, kini tiba
saatnya malam ke akraban atau sering disebut Makrab. Di malam ini tidak ada lagi dendam antara junior terhadap seniornya, semuanya
melebur menjadi satu, tertawa-tawa, bernyanyi-nyanyi bersama, ditengah kesejukan
malam hari di daerah pegunungan yang diterangi beribu bintang tersebut.
Dia pun
seketika teringat masa
kecilnya yang sangat ingin menggenggam cahaya bintang dan selalu meminta Orang tuanya untuk mengambilkan
satu bintang diatas langit. Saat itu dia menangis ketika kedua orang tuanya
tidak pernah menanggapi dan mengabulkan permintaanya dan baru dia sadari saat Ayahnya telah tiada saat dirinya memasuki Sekolah Dasar. Dia
menyadari bahwa hal tersebut
tidak mungkin terjadi dan kita hanya bisa menyalakan pijar sang
bintang hanya dalam hati saja, itu
kata-kata yang pernah dikatakan Almarhum ayahnya. Dan ia percaya ayahnya kini
telah menjadi salah satu bintang diatas langit yang kerap dipandanginya setiap
malam.
Dibawah sinaran remang-remang
rembulan, semuanya tampak bergembira karna lusa tepat pada hari senin mereka sudah mulai masuk
kuliah untuk pertama kali.
”Hay Ani” sapa sang senior tersebut, sang senior
yang berbadan tegap dan berambut pendek, yang selama ospek selalu memarahinya. Dia pun mendekati Ani yang sedang duduk menyendiri menikmati udara malam itu,
sembari memberikan sebuah Jagung bakar yang disediakan oleh panitia.
Dia pun menerimanya dengan malu-malu,
ditengah hangatnya suasana malam yang remang, terlihat sang rembulan bagaikan
sebuah mata raksasa diatas langit yang berwarna jingga mengintai, mereka saling
bercengkrama dibawahnya.
”Maaf ya Ani, selama ospek aku memarahi kamu terus, sebenarnya aku tidak bermaksud memarahi kamu,
jujur mungkin dengan cara beginilah para senior berusaha untuk mendekatkan diri
kepada mahasiswa baru” berkata
sang senior tersebut dengan suara yang terdengar sangat ramah dan lembut, sungguh
sangat berbeda sekali dengan suaranya yang lantang saat ospek dulu.
“Mungkin seandainya tidak ada Ospek
dan aku tidak memarahi kamu, sampai saat ini aku belum mengenal seorang Ani
yang tomboi ini, iya kan??,..hahaha”mereka pun tertawa bersama
”Gak papa mas, nyantai aja,..” jawab Ani dengan gaya
tomboynya
”Oh iya,,kenalin namaku Dika” ia pun mengulurkan
tangannya. Ternyata dia adalah kakak dua
tingkatan diatasnya. Selain ramah ternyata
dia adalah orang yang sangat
humoris, dia selalu dapat membuatnya tertawa dimalam itu, tidak seperti apa yang difikirkannya dulu ketika ospek. Mereka mengobrol hingga larut malam tidak pernah
habis cerita yang diceritakan seorang Dika yang selalu membuat Ani tertawa
hingga lupa akan rasa kantuknya, padahal besok dia harus kuliah untuk pertama
kalinya.
**********
Waktu pun berlalu hubungan mereka pun semakin
akrab, terlebih Dika sering mengikuti kelas Ani, karna ada beberapa mata kuliah yang harus ia ulang kembali. Nilai-niai beberapa mata kuliah sebelumnya memang ada yang kurang
memuaskan, namun dia sebenarnya adalah
mahasiswa yang cerdas. Dia seorang yang sangat kritis,
baginya lebih baik mendapat nilai jelek daripada harus menyerah terhadap
idealismenya. Dari sekedar saling bercanda bersama, sampai mengerjakan tugas bersama. Apalagi
mereka berasal dari satu kota dan mereka biasa pulang mudik bersama setiap bulannya.
Dika sering bermain ketempat
kos Ani dan karna sifat Dika yang mudah bergaul, teman-teman satu kosnya pun
akrab dengannya. bahkan, Ibu kos Ani pun sangat menyukai karna sifatnya yang
sopan tersebut.
Apalagi di tempat kost Ani ada
anak umur 5 tahun yang sangat lucu, badanya gemuk anak ibu
kost namanya Tito. Dika sangat sayang kepada Tito dan menganggapnya seperti
adiknya sendiri. Pada dasarnya Dika sangat ingin memiliki seorang adik, karna
dia adalah anak tunggal dikeluarganya. Dia senang bermain-main dengannya, mengajak jalan-jalan, memberikan Es krim kesukaan Tito ataupun mencubiti pipi Tito yang bulat, merka selalu pergi bertiga Dika, Ani dan Tito.
Saat-saat itulah saat terindah yang
pernah dirasakan Ani. Pergi bertiga ke taman kota hingga sore hari, melihat dan
menemani Tito bermain sepak bola dengan Dika, pergi ke Mal dan hal-hal lain
yang sangat menyenangkan yang mereka lakukan bertiga. Bahkan tak jarang dia sering membantu Ani
merapikan kamarnya yang seperti kapal pecah sambil bermain-main dengan Tito.
Dika adalah tipe laki-laki yang sangat mencintai kebersihan. Berbeda dengan Ani, walau pun ia perempuan namun ia paling
malas untuk merapikan kamarnya
sendiri. Karena keakraban diantara keduanya, teman-teman dan Ibu kostnya pun
menganggap mereka berpacaran.
Pada intinya Ani mulai menyukai sikap
dewasa dan perhatian Dika yang selama ini dia berikan.
Pernah suatu ketika Ani sangat
terpukul saat Paman tercintanya meninggal dunia, Dika selama satu minggu
terus-menerus menghiburnya, namun saat dia merasa tidak dapat membuatnya
bangkit dari kesedihan, Dika membawa Ani jalan-jalan berdua. Namun bukan taman
atau pun tempat hiburan yang mereka kunjungi tetapi tempat pemakaman.
“Kamu lihat betapa tenangnya tempat
ini” Dika memecahkan keheningan yang terjadi
“Apa maksud kamu membawaku ke tempat
ini?” tanya Ani masih memendam kesedihan
“Aku membawa kamu kesini biar kamu
sadar, kalau Paman kamu pasti tidak akan senang melihat keponakan tercintanya
terus menerus bersedih atas kepergiannya” dia berhenti sejenak untuk menarik
nafas panjang.
”Apa kamu tidak mengerti kalau paman
kamu dan semua yang telah meninggal dunia itu tidaklah pergi untuk
selama-lamanya, mereka hanya tertidur dan suatu saat mereka akan bangun dari
tidur panjangnya dan berjumpa dengan orang-orang yang dikasihinya” berkatalah
Dika dengan lantang seperti beberapa tahun yang lalu saat ospek dulu.
“Seandainya kamu tetap bersedih, berarti kamu
adalah seorang yang pengecut, seorang yang takut menghadapi dunia ini dan aku
tidak akan pernah mau mengenal seorang pengecut. Seandainya kamu masih
menangisi kepergian pamanmu jangan pernah menganggap aku sebagai teman kamu”
Ani tidak pernah mendengarnya marah seperti ini, tapi apa yang dikatakannya
adalah benar dan itu adalah cerminan dari sikap kedewasaan Dika yang selalu
memberikan motifasi untuk menjadi seorang yang lebih baik
Ani terus menunggu dan terus memendam
perasaannya kepada Dika, tidak baik seorang perempuan mengatakan cinta terlebih
dahulu kepada seorang laki-laki itulah pemahaman kuno yang masih diterapkan Ani,
namun mau sampai kapan dia menunggu??.
Hingga saat itu, Dika tidak juga
mengungkapkan, atau mungkin perasaan yang dia rasakan selama ini bertepuk
sebelah tangan dan Dia hanya menganggapnya sebagai seorang adik, tidak lebih
dari itu...seandainya benar akan terasa sakit memang. Namun
dia mulai terbiasa dengan semua ini, ya mungkin benar kalau rasa cinta dan
sayang memang tidak selamanya harus memiliki. Hidup terus berjalan dan dia
harus menerima kenyataan kalau dia harus berhenti mengharapkan Dika.
Hmmm,....ternyata Ani merasa sikapnya
kini sudah sedikit dewasa dalam bersikap, tidak seperti saat dia masih SMU yang
selalu meledak-ledak. Ya, ini pasti karena peranan Dika yang secara tidak sadar
telah merubah pandangannya tentang hidup ini, karena pada dasarnya sikap Dika
benar-benar dewasa. Itulah yang membuat dia mencintainya.
Dia ingin menjauh dari Dika, agar dia
tidak merusak persahabatan yang terjalin selama ini dengan perasaan cinta
kepadanya. Apalagi sejak Ani terpilih menjadi Asisten Dosen dia mulai sering
pulang malam hari, karena disibukkan dengan pekerjaannya. Dika tidak mau
mengganggunya dan lebih memilih bermain-main bersama Tito anak ibu kost dan
secara sembunyi-sembunyi Ani selalu memandangi Dika yang sedang bermain dengan
Tito dari balik jendela kamarnya. Ya, Senyum Dika memang masih sama seperti
yang dulu, senyum yang lembut dan tulus.
Ani mulai bisa melupakan Dika terlebih sejak
kehadiran Raka teman satu kelas yang mulai menggantikan peranan seorang Dika
dalam hidupnya. Dan sejak kabar bahwa Ani kini tengah berpacaran dengan Raka
merebak, sejak saat itu Dika tidak pernah mengunjungi tempat kostnya lagi, entah apa
yang terjadi.
* * * *
Waktu pun terus dan
terus berlalu, takterasa
sudah empat tahun dia kuliah, banyak kenangan-kenangan indah, sedih, pengharapan dan perjuanggan telah
terukir ditempat ini, sepertinya
baru saja kemarin ia masuk Universitas, masih segar diingatanya saat ia pertama
kali mengikuti ospek. Saat, ia dimarahi oleh Dika dan kawan-kawannya.
Tak terasa
seminggu lagi Ani akan di wisuda, pikirannya melayang kepada Dika. Ya, akhir-akhir ini Dia memang tidak pernah berkunjung ke tempat kosnya lagi. Yang dia tau dari teman-teman angkatan Dika, kalau Dia tengah sibuk mengurus
skripsinya yang tak kunjung kelar-kelar, sebenarnya Dika adalah seorang yang pintar, bahkan sebelum Ani menjadi Asdos, Dika pun adalah seorang asisten dosen, namun sekali lagi banyak orang pintar yang kalah dengan orang yang beruntung dan ia
pun berbangga hati ternyata ia bisa lulus terlebih dahulu dari pada Dika seniornya.
Terlebih
kehadiran Raka yang telah mengisi kekosongan hatinya, ia
perlahan-ahan mulai dapat melupakan Dika, walau didalam hatinya dia tau bahwa
sosok Dika tidak akan pernah tergantikan.
Setelah seribu malam telah berlalu
Seribu mimpi pun musnah terkikis hampa
Mengapa seribu langkahmu menjauhi
mimpi-mimpi
Mengapa engkau telah menjauhi dirimu sendiri ,
wahai harapan
bukankah hidup adalah berharap,dan
mengharap
Sambil tak
lepas dari senyumnya, dia pun membuka pintu kamar kost dengan hati berbunga-bunga, dia pun kaget dengan keadaan
kamar kostnya yang sudah rapi. Dia pun segera tau bahwa yang merapikannya pasti
Dika, sekilas dilihatnya Tito tengah
asyik dengan Es Krim favoritnya. Ia mencari-cari kehadiran temannya yang satu itu, teman yang cukuplama diharapkan kedatangannya, namun yang ditemukan hanya sepucuk surat
yang ditaruh di bawah pintu
To: Ani
Aku tunggu di Aula kampus jam 10,
ada yang ingin aku bicarakan
From: Dika
Dia pun segera melihat kearah jam tangannya,
”Astaga, jam sebelas” dia pun bergegas menuju Aula kampus.
Namun, setelah sampai disana dia tidak menemukan Dika, mungkin Dika sudah
pergi, fikirnya setelah dia melihat jam tangannya yang menunjukan jam sebelas
tiga puluh siang, kecewa dan sedih
rasa itu bercampur menjadi satu, padahal inilah kesempatan untuk bertemu kawan
lamanya yang sudah cukup lama tidak bertemu dan dia pun berencana meninggalkan aula tersebut dengan rasa kecewa. Namun baru beberapa kali melangkah dia
dikejutkan oleh suara yang memanggil dari arah belakang
”hey,tomboy”
Ternyata Dika
yang muncul tiba-tiba,
”Selamat ya, kamu bisa lulus lebih dulu dari aku ” Dika pun merangkul sahabatnya tersebut.
”Makasih Mas
Dika, tapi masih seminggu lagi wisudanya, kok kasih selamatnya sekarang?” Ani pun berhenti sejenak memandang sahabat yang dirindukannya
tersebut.
”Ngomong-ngomong, mas Dika mau kemana?, kok bawa koper segala” tanyanya ketika melihat ia membawa banyak
barang-barang seperti orang yang akan pergi jauh, ya. jauh sekali.
”Gak tau
tuh, aku hari ini pengin banget ketemu kamu,..Eh maaf tadi kamu tanya apa?” Dika pun sejenak menghentikan langkahnya. ”Ani Menurut firasatku, aku harus kasih selamat ke kamu sekarang” berkata Dika sembari berjalan bersama menyusuri
koridor yang ada di Aula....Aula tempat mereka pertama kali bertemu saat
kegiatan ospek dulu.
”Oh iya Ani, aku mau mudik, tiba-tiba aku kangen sama rumah, aku mau nengok orang tuaku,”
sejenak Dika menghentikan kata-katanya. Hening, ya ada rasa keheningan yang tiba-tiba hadir.
”Tapi aku janji. Nanti, tepat hari kamu di wisuda aku pasti datang, pasti” berkatalah dia sembari tersenyum. Senyum yang sangat berbeda
dengan senyum-senyum seperti biasanya, namun entah mengapa Ani merasa inilah
saat terakhir kalinya ia melihat Dika, namun ia cepat cepat menepis pikiran
tersebut, hari ini Dika terlihat sangat berbeda...ya dia terlihat lebih gagah
dari biasanya.
”Oh iya, jangan
lupa satu minggu lagi kamu harus siap-siap untuk mentraktir sahabatmu yang satu ini ya?” berkata Dika sembari tersenyum ”kamu harus bawa uang yang banyak, aku mau makan
di cafe depan sepuas-puasnya” imbuhnya
”Tenang aja Mas Dika, paling kalo uangnya kurang kita disuruh nyuci
piring,..hehe” mereka pun tertawa bersama,..ya perasaan
ini kembali hadir, perasaan senang yang tidak bisa dihadirkan oleh seorang Raka pacarnya sekalipun, perasaan hangat dan damai seperti beberapa tahun yang
lalu saat mereka selalu bersama, mereka pun larut dalam massa lalu
”Ani, aku
mengundang kamu kesini, mungkin Cuma mau mengucapkan selamat untuk kamu..aku
takut aku tidak bisa mengucapkannya saat kamu wisuda, maklum orang sibuk..hehe” tanyanya
”Oh, ngak bisa pkoknya mas Dika harus bisa datang,” jawab Ani dengan gusar,
entah kenapa dia selalu merasa gusar bila Dika berkata pisah, ia melihat
seorang yang dihadapinya bukan seorang Dika yang biasanya, seorang Dika yang
dulu selalu berfikiran optimis.
”Oh iya, aku juga mau ngasih surat ini untuk kamu, tapi
kamu harus janji untuk membuka surat ini saat kamu selesai di Wisuda, aku harap
kamu jangan marah terhadap isi surat ini” dia pun kembali tersenyum ” Ani semoga kamu sukses di dunia kerja
nanti, sekali lagi selamat, aku pergi dulu ya” mereka pun berpisah, lagi-lagi timbul perasaan haru berkecambuk dihatinya.
Dia pun terpaku
melihat Dika berlalu diantara kerumunan mahasiswa-mahasiswi yang berlalu-lalang,
tepat di depan Aula tempat pertama kali ia bertemu Dika saat ospek empat tahun
yang lalu. Dia pun terus memandangi Dika yang berlalu
hingga ia hilang dari pandanganya...ya hilang selama-lamanya dari pandangannya
* * * *
Hari ini
kedua orangtua Ani dan saudara-saudaranya datang untuk menghadiri wisudanya, ia
pun telah mempersiapkan semuanya, pergi ke salon dan lain sebagainya, maklum
perempuan selalu menghabiskan seperempat harinya untuk berdandan untuk sebuah
penampilan yang maksimal.
Suasana di Jalan Ir.Sutami 36 A Surakarta
tempat Auditorium Kampus UNS, terlihat sangat ramai tidak seperti biasanya, baik kendaraan pribadi maupun kendaraan carteran tumpah-ruah di jalanan. Bahkan tidak mau ketinggalan tukang foto dadakan
menambah meriahnya suasana, banyak
para wisudawan datang bersama keluarganya dan sanak saudaranya yang ingin
menyaksikan keluarga atau pun kerabat yang akan di wisuda, karna
mungkin, ini adalah hari yang tidak akan pernah dilupakan para wisudawan.
Hari
penentuan. Hari yang cukup mengundang rasa haru untuk Ani, setelah kurang lebih
empat tahun dia menuntut ilmu di kota ini, dia harus berpisah dengan suasanya
hangat dan bersahabat kota ini. Namun, seperti yang selalu
Dika katakan bahwa hidup terus berjalan, kita tidak bisa selalu larut dalam
keharuan. Hidup ini kenyataan hari ini bukan masa
lalu, mungkin sama juga perasaan yang dirasakan para wisudawan yang lainnya,.
Ya. Rasa berat meninggalkan
kota ini selalu hadir dihati mereka. Karena mungkin mereka akan meninggalkan
kota ini, entah berapa tahun lagi
baru bisa kembali ke kota ini. Entah akan bekerja di kota mana dan pastinya akan disibukkan dengan rutinitas kerja yang membuat mereka tidak punya banyak waktu luang.
Suasana di
gedung Auditorium kampus
UNS sangat meriah, semuanya
tumpah-ruah disini dan Ani pun telah duduk di kursi depan
tempat mahasiswa yang lulus secara Cumlaude dengan peredikat lulus secara
terpuji. Namun dia selalu mengarahkan pandangan ke arah
kerumunan warga, mencari-cari dan menerawang kerumunan dan mulai gusar
saat tidak dilihatnya Dika dan bertanya-tanya di dalam hatinya, mengapa Dika
belum juga datang, bukankah ia sudah janji ia akan menghadiri wisudanya.
”Dwi Yani” tibalah saat Ani untuk maju kedepan untuk menerima pelakat dan ucapan
selemat dari sang Rektor, terdengar suara gemuruh tepuk tangan dari
sahabat-sahabatnya dan keluarganya. dia pun terharu. Ya,..inilah hasil kerja kerasnya selama bertahun-tahun, namun pandangannya
tidak pernah lepas dari kerumunan. namun, hasinya tetap sama.....ia tidak melihat Dika, ia pun merasa sangat kecewa.
Acara prosesi
wisuda pun telah berlalu beberapa jam yang lalu, satu demi satu telah kembali
ke tempat masing-masing dengan membawa kebahagiaan dihati mereka akan sebuah
harapan dan cita-cita yang tinggal selangkah lagi mereka raih. Gedung Auditorium yang megah pun telah kembali sepi, namun Ani tetap
berdiri dengan cemas menanti Dika dengan masih menggenakan pakaian toga,
pakaian kebanggaan yang ingin dia tunjukkan kepada Dika.
Keluarga Ani telah berada di
tempat kostnya setelah diantar teman satu kost beberapa jam yang lalu. Karena, Ani tidak mau orang tuanya menemaninya menunggu Dika, ia ingin menunggu
Dika seorang diri,..ya hanya seorang
diri.
Detik demi detik
telah berlalu, menit pun telah berganti menjadi jam, dan dia hanya mendapati
kenyataan Dika belum hadir di sana, namun setelah lama ia menunggu dan tidak ada hasil, ia memutuskan untuk
pulang ke tempat kost dengan perasaan kecewa. Namun hujan mengguyur secara tiba-tiba dengan derasnya, dia pun
mengurungkan niatnya untuk pulang dan memilih berteduh di bawah atap gedung
Auditorium.
”Ani,..Ani......Ani”
Tiba-tiba dia dikejutkan oleh suara seseorang yang memaggil namanya,
suara yang berbaur menjadi satu dengan suara hujan yang semakin lebat sehingga
terdengar samar-samar. Dika
pikirnya, Namun ternyata tebakannya kali ini salah, ternyata Rinto teman seangkatan Dika, sambil mengusap air matanya yang berlinang, nafas yang tersenggal-senggal seakan seperti
orang yang terburu-buru dan
suara yang terbata-bata, ia pun menyampaikan sebuah kabar duka cita yang
menyayat hatinya.
Kabar tentang kepergian Dika untuk
selama-lamanya, karena sebuah kecelakaan lalu lintas yang menimpa, saat dalam
perjalanan pulang menuju rumahnya seminggu yang lalu. Ketika
sepeda motor yang dikemudikan Dika seminggu yang lalu tertabrak oleh truk yang
melaju kencang.
Seketika itu hancur
hatinya, lemas, haru, sedih, marah bercampur-baur menjadi satu, dia telah
kehilangan seseorang yang sangat berarti dalam hidupnya. Kakinya gemetar bahkan
dia tidak cukup kuat untuk berdiri dan menyandarkan tubuhnya di dinding Gedung,
seketika itu dia pun segera teringat akan surat yang diberikan Dika kepadanya
seminggu yang lalu yang dia letakan didalam saku baju dan segera membacanya
dengan tangan gemetar.
To: Ani
Pertama-tama aku mau mengucapkan selamat atas
gelar S.Si yang kini telah disandang
Ani maaf bila selama ini aku menghindar darimu.
apa kau tau, sesungguhnya aku adalah orang yang paling pengecut di dunia ini,
karena aku lari dari masalah dan membohongi diriku sendiri. Aku mau jujur
kepadamu kalau sebenarnya selama ini aku mencintai dirimu, namun aku hanya
dapat memendam perasaanku selama ini, aku takut kalau aku katakan itu kamu akan
marah kepadaku.
Dan saat aku mempunyai sedikit keberanian untuk
mengungkapkan kepadamu, kudengar engkau telah berpacaran dengan Raka dan aku
pun mencoba menghindar, karena aku tidak mau merusak hubungan kalian. Namun
menghindar adalah sebuah kesalahan terbesarku, karena selama apa pun aku
menghindar, aku tetap tidak bisa membohongi perasaanku padamu,..aku mau
menanyakan satu hal kepada kamu, apakah kamu juga merasakan apa yang aku
rasakan?, apakah kamu mau menjadi pa...............................................................
Surat itu pun
terputus hanya sampai disitu, karena tetesan air hujan yang deras itu telah
menetesi surat Dika dan membuat surat tersebut tidak bisa dibaca kelanjutannya.
Tinta surat tesebut telah bercampur air hujan dan mengaburkan kelanjutan
tulisannya.
Surat itu pun jatuh
ketanah, mungkin inilah pernyataan yang dinantikan Ani selama ini, namun
semuanya sudah terlambat.
Ia pun
takkuasa menahan air mata, ia pun menangis. Namun, ia tak tau, ia menangis
karna apa?.apakah ia menangis karna terharu bahwa cintanya selama ini tidak bertepuk sebelah tangan dan karna hari ini ia telah resmi
menyandang gelar sebagai seorang Sarjana. apakah ia menangis karna sedih, karna
ia baru saja kehilangan sahabat terindahnya untuk
selama-lamanya.....selamat jalan sahabat.
********
Dua tahun
setelah kepergian Dika, Ani pun menyempatkan diri mengunjungi
kampus UNS, tempat dia menuntut ilmu dan tempat kenangan terindah pernah
terukir disini. Kini dia dapat berbangga hati, karena telah bekerja di Mabes
Polri Jakarta, sebagai tim Forensik. Pekerjaan yang telah lama di impi-impikan
Dika sahabatnya.
Namun
seperti yang selalu Dika katakan, bahwa hidup terus berjalan, kita tidak bisa
selalu larut dalam keharuan, hidup ini kenyataan hari ini bukan kenyataan massa
lalu.... Sahabat..semoga engkau diterima disisi,-Nya, aku tau engkau dapat
melihat dan bangga kepadaku,.....Selamat tinggal kampus UNS, selamat tinggal
kenangan dan selamat jalan Mas Dika.
.