Puisi dan Kata-kata Bijak

Minggu, 05 Agustus 2012

Sahabat Terindah

-->


Sahabat Terindah


Sahabat yang baik, adalah sahabat yang sering sejalan denganku,
Dan menjaga nama baikku,ketika aku hidup,maupun setelah aku mati nanti,


Desau angin merambat diantara jalan setapak, dedaunan berguguran satu-demi satu ke tanah menyiratkan sebuah makna yang teramat dalam bagi mereka yang mampu membaca alam, satu demi satu daun yang telah gugur akan tergantikan tunas-tunas baru yang akan menggantikannya, bukankah di dunia ini tidak ada yang abadi. Hari ini hujan kembali membasahi bumi ini entah sudah berapa kalikah tetes air telah menusuk jantung bumi, bagai sebuah mata pedang yang melayang turun dari langit
Diantara rinai hujan tersebut, Ani sedang mempersiapkan bahan-bahan yang akan ia bawa nanti saat Ospek, ya.Ani adalah seorang mahasiswi baru, yang harus mengikuti aturan-aturan yang ada di fakultasnya bila ia ingin mendapat teman disana, walau sebenarnya ia kurang suka dengan cara perpeloncoan seperti itu, mengapa tidak diadakan acara bakti sosial saja atau semacamnya yang lebih bermanfaat, menurutnya kegiatan Ospek tersebut hanyalah ajang balas dendam kakak kelas dan juga tempat nampang kakak-kakak kelas untuk menunjukan betapa berkuasanya mereka, walau sebenarnya mereka hanya mahasiswa biasa yang kebetulan mengikuti UKM.
”huh bikin orang repot saja”gumam Ani dalam hati sembari memasukan bahan-bahan yang akan digunakan saat Ospek besok kedalam tasnya.
******
Pagi hari yang melelahkan bagi mahasiswa baru. Satu demi satu mahasiswa baru telah berdatangan di depan aula, dan siap menerima interuksi dari para senior, untuk meminta tandatangan dan untuk mengisi lembar agenda yang sudah disediakan, dengan dandanan yang mencolok, para senior terlihat tengah sibuk memeriksa perlengkapan para mahasiswa baru satu-persatu, mereka tidak segan menghukum ketika didapatinya perlengkapan yang dibawa mahasiswa baru tersebut kurang lengkap.
Namun pagi itu Ani bangun kesiangan, karna semalam ia menyiapkan bahan-bahan tersebut hingga larut malam dan pada akhirnya ia terlambat datang, dia berjalan menuju aula dengan cueknya yang tanpa dia sadari ada mahasiswa senior yang sejak dari tadi berdiri di belakangnya dan mencegatnya.
”hey,,,kenapa kamu terlambat,?”tanya seorang senior yang berbadan tegap dan berambut pendek ala militer tersebut dengan lantang, dengan suara yang di buat-buat supaya orang yang mendengar takut padanya, ketika Ani mulai memasuki pintu aula tersebut.
Lagi-lagi senior yang itu. Sudah dari kemarin dia selalu memarahi dan mengerjainya. Terlebih dia selalu mencari-cari alasan untuk menghukumnya, huh dasar polisi gadungan fikirnya.
Bangun kesiangan kak, tadi malam tidur kemalaman” jawab Ani sembari mengucek-ngucek matanya karna menahan kantuk.
“Apa kamu tidak tau, bukan kamu saja yang kemarin malam tidur kemalaman, semua temen-temen kamu juga pastinya kemarin tidur kemalaman, tapi mereka bisa datang tepat waktu”.
“Lalu harus gimana lagi, memang kenyataannya saya datang terlambat, sudah mending saya mau mengikuti acara Ospek  yang konyol ini”
”wah,..hebat adik kita yang satu ini, berani melawan senior ya,!!,siapa nama kamu?” tanyanya dengan masih suara lantang.
Dwi Yani”jawabnya dengan tenang, “Panggil saja saya Ani”. Senior tersebut pun menarik dia ke tengah kerumunan mahasiswa-mahasiswa lain yang juga sedang mengikuti ospek.
“Hai teman-teman, lihat ada mahasiswa baru yang berani melawan kita dan datang terlambat”berkatalah dia dengan tatapan sinis. “Bagaimana kalau dia kita hukum, setuju tidak?” tanyanya kepada kerumunan mahasiswa yang sedang mengikuti ospek, semua mahasiswa baru hanya dapat menundukan kepalanya dan tidak berani nenatap mata sang senior tersebut yang tatapan matanya setajam Rajawali.
 ”Bagus, sebagai hukumannya. karena kamu terlambat, kamu harus menyanyi untuk kita semua, setuju temen-temen??” berkata senior tersebut sembari tersenyum padanya, sungguh senyum yang sangat menyakitkan. Bagi mereka mentertawakan orang lain memang suatu hal yang sangat menyenangkan, tapi apakah mereka tidak tahu bahwa orang yang ditertawakannya itu menangis, walau hanya didalam hatinya.
”setuju,,,” berkatalah semua yang ada di dalam Aula  baik senior atau pun junior secara  serempak. Bagus, ya inilah ciri khas sebuah peradaban manusia, dimana akan selalu ada orang yang mentertawakan dan yang ditertawakan.

Akhirnya hari yang ditunggu-tunggu Ani pun datang. Ospek yang melelahkan itu pun berakhir. Huh,..tidak disangka dia telah melewati tiga hari dalam masa-masa yang berat dan melelahkan, yang benar-benar telah menguji mentalnya secara tidak langsung.
Berakhirnya Ospek menandakan kemenangan bagi dirinya karena telah berhasil mengalahkan rasa takut dan sifat pemalunya, kini tiba saatnya malam ke akraban atau sering disebut Makrab. Di malam ini tidak ada lagi dendam antara junior terhadap seniornya, semuanya melebur menjadi satu, tertawa-tawa, bernyanyi-nyanyi bersama, ditengah kesejukan malam hari di daerah pegunungan yang diterangi beribu bintang tersebut.
Dia pun seketika teringat masa kecilnya yang sangat ingin menggenggam cahaya bintang dan selalu meminta Orang tuanya untuk mengambilkan satu bintang diatas langit. Saat itu dia menangis ketika kedua orang tuanya tidak pernah menanggapi dan mengabulkan permintaanya dan baru dia sadari saat Ayahnya telah tiada saat dirinya memasuki Sekolah Dasar. Dia menyadari bahwa hal tersebut tidak mungkin terjadi dan kita hanya bisa menyalakan pijar sang bintang hanya dalam hati saja, itu kata-kata yang pernah dikatakan Almarhum ayahnya. Dan ia percaya ayahnya kini telah menjadi salah satu bintang diatas langit yang kerap dipandanginya setiap malam.
Dibawah sinaran remang-remang rembulan, semuanya tampak bergembira karna lusa tepat pada hari senin mereka sudah mulai masuk kuliah untuk pertama kali.
Hay Ani” sapa sang senior tersebut, sang senior yang berbadan tegap dan berambut pendek, yang selama ospek selalu memarahinya. Dia pun mendekati Ani yang sedang duduk menyendiri menikmati udara malam itu, sembari memberikan sebuah Jagung bakar yang disediakan oleh panitia.
Dia pun menerimanya dengan malu-malu, ditengah hangatnya suasana malam yang remang, terlihat sang rembulan bagaikan sebuah mata raksasa diatas langit yang berwarna jingga mengintai, mereka saling bercengkrama dibawahnya.
Maaf ya Ani, selama ospek aku memarahi kamu terus, sebenarnya aku tidak bermaksud memarahi kamu, jujur mungkin dengan cara beginilah para senior berusaha untuk mendekatkan diri kepada mahasiswa baru” berkata sang senior tersebut dengan suara yang terdengar sangat ramah dan lembut, sungguh sangat berbeda sekali dengan suaranya yang lantang saat ospek dulu.
“Mungkin seandainya tidak ada Ospek dan aku tidak memarahi kamu, sampai saat ini aku belum mengenal seorang Ani yang tomboi ini, iya kan??,..hahaha”mereka pun tertawa bersama
Gak papa mas, nyantai aja,.. jawab Ani dengan gaya tomboynya
Oh iya,,kenalin namaku Dika” ia pun mengulurkan tangannya. Ternyata dia adalah kakak dua tingkatan diatasnya. Selain ramah ternyata dia adalah orang yang sangat humoris, dia selalu dapat membuatnya tertawa dimalam itu, tidak seperti apa yang difikirkannya dulu ketika ospek. Mereka mengobrol hingga larut malam tidak pernah habis cerita yang diceritakan seorang Dika yang selalu membuat Ani tertawa hingga lupa akan rasa kantuknya, padahal besok dia harus kuliah untuk pertama kalinya.

**********
Waktu  pun berlalu hubungan mereka pun semakin akrab, terlebih Dika sering mengikuti kelas Ani, karna ada beberapa mata kuliah yang harus ia ulang kembali. Nilai-niai beberapa mata kuliah sebelumnya memang ada yang kurang memuaskan, namun dia sebenarnya adalah mahasiswa yang cerdas. Dia seorang yang sangat kritis, baginya lebih baik mendapat nilai jelek daripada harus menyerah terhadap idealismenya. Dari sekedar saling bercanda bersama, sampai mengerjakan tugas bersama. Apalagi mereka berasal dari satu kota dan mereka biasa pulang mudik bersama setiap bulannya.
Dika sering bermain ketempat kos Ani dan karna sifat Dika yang mudah bergaul, teman-teman satu kosnya pun akrab dengannya. bahkan, Ibu kos Ani pun sangat menyukai karna sifatnya yang sopan tersebut.
Apalagi di tempat kost Ani ada anak umur 5 tahun yang sangat lucu, badanya gemuk anak ibu kost namanya Tito. Dika sangat sayang kepada Tito dan menganggapnya seperti adiknya sendiri. Pada dasarnya Dika sangat ingin memiliki seorang adik, karna dia adalah anak tunggal dikeluarganya. Dia senang bermain-main dengannya, mengajak jalan-jalan, memberikan Es krim kesukaan Tito ataupun mencubiti pipi Tito yang bulat, merka selalu pergi bertiga Dika, Ani dan Tito.
Saat-saat itulah saat terindah yang pernah dirasakan Ani. Pergi bertiga ke taman kota hingga sore hari, melihat dan menemani Tito bermain sepak bola dengan Dika, pergi ke Mal dan hal-hal lain yang sangat menyenangkan yang mereka lakukan bertiga. Bahkan tak jarang dia sering membantu Ani merapikan kamarnya yang seperti kapal pecah sambil bermain-main dengan Tito.
Dika adalah tipe laki-laki yang sangat mencintai kebersihan. Berbeda dengan Ani, walau pun ia perempuan namun ia paling malas untuk merapikan kamarnya sendiri. Karena keakraban diantara keduanya, teman-teman dan Ibu kostnya pun menganggap mereka berpacaran.
Pada intinya Ani mulai menyukai sikap dewasa dan perhatian Dika yang selama ini dia berikan.
Pernah suatu ketika Ani sangat terpukul saat Paman tercintanya meninggal dunia, Dika selama satu minggu terus-menerus menghiburnya, namun saat dia merasa tidak dapat membuatnya bangkit dari kesedihan, Dika membawa Ani jalan-jalan berdua. Namun bukan taman atau pun tempat hiburan yang mereka kunjungi tetapi tempat pemakaman.
“Kamu lihat betapa tenangnya tempat ini” Dika memecahkan keheningan yang terjadi
“Apa maksud kamu membawaku ke tempat ini?” tanya Ani masih memendam kesedihan
“Aku membawa kamu kesini biar kamu sadar, kalau Paman kamu pasti tidak akan senang melihat keponakan tercintanya terus menerus bersedih atas kepergiannya” dia berhenti sejenak untuk menarik nafas panjang.
”Apa kamu tidak mengerti kalau paman kamu dan semua yang telah meninggal dunia itu tidaklah pergi untuk selama-lamanya, mereka hanya tertidur dan suatu saat mereka akan bangun dari tidur panjangnya dan berjumpa dengan orang-orang yang dikasihinya” berkatalah Dika dengan lantang seperti beberapa tahun yang lalu saat ospek dulu.
 “Seandainya kamu tetap bersedih, berarti kamu adalah seorang yang pengecut, seorang yang takut menghadapi dunia ini dan aku tidak akan pernah mau mengenal seorang pengecut. Seandainya kamu masih menangisi kepergian pamanmu jangan pernah menganggap aku sebagai teman kamu” Ani tidak pernah mendengarnya marah seperti ini, tapi apa yang dikatakannya adalah benar dan itu adalah cerminan dari sikap kedewasaan Dika yang selalu memberikan motifasi untuk menjadi seorang yang lebih baik
Ani terus menunggu dan terus memendam perasaannya kepada Dika, tidak baik seorang perempuan mengatakan cinta terlebih dahulu kepada seorang laki-laki itulah pemahaman kuno yang masih diterapkan Ani, namun mau sampai kapan dia menunggu??.
Hingga saat itu, Dika tidak juga mengungkapkan, atau mungkin perasaan yang dia rasakan selama ini bertepuk sebelah tangan dan Dia hanya menganggapnya sebagai seorang adik, tidak lebih dari itu...seandainya benar akan terasa sakit memang. Namun dia mulai terbiasa dengan semua ini, ya mungkin benar kalau rasa cinta dan sayang memang tidak selamanya harus memiliki. Hidup terus berjalan dan dia harus menerima kenyataan kalau dia harus berhenti mengharapkan Dika.
Hmmm,....ternyata Ani merasa sikapnya kini sudah sedikit dewasa dalam bersikap, tidak seperti saat dia masih SMU yang selalu meledak-ledak. Ya, ini pasti karena peranan Dika yang secara tidak sadar telah merubah pandangannya tentang hidup ini, karena pada dasarnya sikap Dika benar-benar dewasa. Itulah yang membuat dia mencintainya.
Dia ingin menjauh dari Dika, agar dia tidak merusak persahabatan yang terjalin selama ini dengan perasaan cinta kepadanya. Apalagi sejak Ani terpilih menjadi Asisten Dosen dia mulai sering pulang malam hari, karena disibukkan dengan pekerjaannya. Dika tidak mau mengganggunya dan lebih memilih bermain-main bersama Tito anak ibu kost dan secara sembunyi-sembunyi Ani selalu memandangi Dika yang sedang bermain dengan Tito dari balik jendela kamarnya. Ya, Senyum Dika memang masih sama seperti yang dulu, senyum yang lembut dan tulus.
 Ani mulai bisa melupakan Dika terlebih sejak kehadiran Raka teman satu kelas yang mulai menggantikan peranan seorang Dika dalam hidupnya. Dan sejak kabar bahwa Ani kini tengah berpacaran dengan Raka merebak, sejak saat itu Dika tidak pernah  mengunjungi tempat kostnya lagi, entah apa yang terjadi.
* * * *
Waktu pun terus dan terus berlalu, takterasa sudah empat tahun dia kuliah, banyak kenangan-kenangan indah, sedih, pengharapan dan perjuanggan telah terukir ditempat ini, sepertinya baru saja kemarin ia masuk Universitas, masih segar diingatanya saat ia pertama kali mengikuti ospek. Saat, ia dimarahi oleh Dika dan kawan-kawannya.
Tak terasa seminggu lagi Ani akan di wisuda, pikirannya melayang kepada Dika. Ya, akhir-akhir ini Dia memang tidak pernah berkunjung ke tempat kosnya lagi. Yang dia tau dari teman-teman angkatan Dika, kalau Dia tengah sibuk mengurus skripsinya yang tak kunjung kelar-kelar, sebenarnya Dika adalah seorang yang pintar, bahkan sebelum Ani menjadi Asdos, Dika pun adalah seorang asisten dosen, namun sekali lagi banyak orang pintar yang kalah dengan orang yang beruntung dan ia pun berbangga hati ternyata ia bisa lulus terlebih dahulu dari pada Dika seniornya.
Terlebih kehadiran Raka yang telah mengisi kekosongan hatinya, ia perlahan-ahan mulai dapat melupakan Dika, walau didalam hatinya dia tau bahwa sosok Dika tidak akan pernah tergantikan.
Setelah seribu malam telah berlalu
Seribu mimpi pun musnah terkikis hampa
Mengapa seribu langkahmu menjauhi mimpi-mimpi
Mengapa  engkau telah menjauhi dirimu sendiri ,
wahai harapan
bukankah hidup adalah berharap,dan mengharap


Sambil tak lepas dari senyumnya, dia pun membuka pintu kamar kost dengan hati berbunga-bunga, dia pun kaget dengan keadaan kamar kostnya yang sudah rapi. Dia pun segera tau bahwa yang merapikannya pasti Dika, sekilas dilihatnya Tito tengah asyik dengan Es Krim favoritnya. Ia mencari-cari kehadiran temannya yang satu itu, teman yang cukuplama diharapkan kedatangannya, namun yang ditemukan hanya sepucuk surat yang ditaruh di bawah pintu
To: Ani
Aku tunggu di Aula kampus jam 10, ada yang ingin aku bicarakan
From: Dika
 Dia pun segera melihat kearah jam tangannya,
Astaga, jam sebelas” dia pun bergegas menuju Aula kampus. Namun, setelah sampai disana dia tidak menemukan Dika, mungkin Dika sudah pergi, fikirnya setelah dia melihat jam tangannya yang menunjukan jam sebelas tiga puluh siang, kecewa dan sedih rasa itu bercampur menjadi satu, padahal inilah kesempatan untuk bertemu kawan lamanya yang sudah cukup lama tidak bertemu dan dia pun berencana meninggalkan aula tersebut dengan rasa kecewa. Namun baru beberapa kali melangkah dia dikejutkan oleh suara yang memanggil dari arah belakang
”hey,tomboy”
Ternyata Dika yang muncul tiba-tiba,
 ”Selamat ya, kamu bisa lulus lebih dulu dari aku ” Dika pun merangkul sahabatnya tersebut.
”Makasih Mas Dika, tapi masih seminggu lagi wisudanya, kok kasih selamatnya sekarang?” Ani pun berhenti sejenak memandang sahabat yang dirindukannya tersebut.
Ngomong-ngomong, mas Dika mau kemana?, kok bawa koper segala” tanyanya ketika melihat ia membawa banyak barang-barang seperti orang yang akan pergi jauh, ya. jauh sekali.
”Gak tau tuh, aku hari ini pengin banget ketemu kamu,..Eh maaf tadi kamu tanya apa? Dika pun sejenak menghentikan langkahnya. Ani Menurut firasatku, aku harus kasih selamat ke kamu sekarang” berkata Dika sembari berjalan bersama menyusuri koridor yang ada di Aula....Aula tempat mereka pertama kali bertemu saat kegiatan ospek dulu.
”Oh iya Ani, aku mau mudik, tiba-tiba aku kangen sama rumah, aku mau nengok orang tuaku,” sejenak Dika menghentikan kata-katanya. Hening, ya ada rasa keheningan yang tiba-tiba hadir.
Tapi aku janji. Nanti, tepat hari kamu di wisuda aku pasti datang, pasti” berkatalah dia sembari tersenyum. Senyum yang sangat berbeda dengan senyum-senyum seperti biasanya, namun entah mengapa Ani merasa inilah saat terakhir kalinya ia melihat Dika, namun ia cepat cepat menepis pikiran tersebut, hari ini Dika terlihat sangat berbeda...ya dia terlihat lebih gagah dari biasanya.
”Oh iya, jangan lupa satu minggu lagi kamu harus siap-siap untuk  mentraktir sahabatmu yang satu ini ya?” berkata Dika sembari tersenyum ”kamu harus bawa uang yang banyak, aku mau makan di cafe depan sepuas-puasnya” imbuhnya
Tenang aja Mas Dika, paling kalo uangnya kurang kita disuruh nyuci piring,..hehe” mereka pun tertawa bersama,..ya perasaan ini kembali hadir, perasaan senang yang tidak bisa dihadirkan oleh seorang Raka pacarnya sekalipun, perasaan hangat dan damai seperti beberapa tahun yang lalu saat mereka selalu bersama, mereka pun larut dalam massa lalu
”Ani, aku mengundang kamu kesini, mungkin Cuma mau mengucapkan selamat untuk kamu..aku takut aku tidak bisa mengucapkannya saat kamu wisuda, maklum orang sibuk..hehe” tanyanya
Oh, ngak bisa pkoknya mas Dika harus bisa datang,” jawab Ani dengan gusar, entah kenapa dia selalu merasa gusar bila Dika berkata pisah, ia melihat seorang yang dihadapinya bukan seorang Dika yang biasanya, seorang Dika yang dulu selalu berfikiran optimis.
”Oh iya, aku juga mau ngasih surat ini untuk kamu, tapi kamu harus janji untuk membuka surat ini saat kamu selesai di Wisuda, aku harap kamu jangan marah terhadap isi surat ini” dia pun kembali tersenyum ” Ani semoga kamu sukses di dunia kerja nanti, sekali lagi selamat, aku pergi dulu ya” mereka pun berpisah, lagi-lagi timbul perasaan haru berkecambuk dihatinya.
Dia pun terpaku melihat Dika berlalu diantara kerumunan mahasiswa-mahasiswi yang berlalu-lalang, tepat di depan Aula tempat pertama kali ia bertemu Dika saat ospek empat tahun yang lalu. Dia pun terus memandangi Dika yang berlalu hingga ia hilang dari pandanganya...ya hilang selama-lamanya dari pandangannya


* * * *
Hari ini kedua orangtua Ani dan saudara-saudaranya datang untuk menghadiri wisudanya, ia pun telah mempersiapkan semuanya, pergi ke salon dan lain sebagainya, maklum perempuan selalu menghabiskan seperempat harinya untuk berdandan untuk sebuah penampilan yang maksimal.
Suasana di Jalan Ir.Sutami 36 A Surakarta tempat Auditorium Kampus UNS, terlihat sangat ramai tidak seperti biasanya, baik kendaraan pribadi maupun kendaraan carteran tumpah-ruah di jalanan. Bahkan tidak mau ketinggalan tukang foto dadakan menambah meriahnya suasana, banyak para wisudawan datang bersama keluarganya dan sanak saudaranya yang ingin menyaksikan keluarga atau pun kerabat yang akan di wisuda, karna mungkin, ini adalah hari yang tidak akan pernah dilupakan para wisudawan.
Hari penentuan. Hari yang cukup mengundang rasa haru untuk Ani, setelah kurang lebih empat tahun dia menuntut ilmu di kota ini, dia harus berpisah dengan suasanya hangat dan bersahabat kota ini. Namun, seperti yang selalu Dika katakan bahwa hidup terus berjalan, kita tidak bisa selalu larut dalam keharuan. Hidup ini kenyataan hari ini bukan masa lalu, mungkin sama juga perasaan yang dirasakan para wisudawan yang lainnya,.
Ya. Rasa berat meninggalkan kota ini selalu hadir dihati mereka. Karena mungkin mereka akan meninggalkan kota ini, entah berapa tahun lagi baru bisa kembali ke kota ini. Entah akan bekerja di kota mana dan pastinya akan disibukkan dengan rutinitas kerja yang membuat mereka tidak punya banyak waktu luang.
Suasana di gedung Auditorium kampus UNS sangat meriah, semuanya tumpah-ruah disini dan Ani pun telah duduk di kursi depan tempat mahasiswa yang lulus secara Cumlaude dengan peredikat lulus secara terpuji. Namun dia selalu mengarahkan pandangan ke arah kerumunan warga, mencari-cari dan menerawang kerumunan dan mulai gusar saat tidak dilihatnya Dika dan bertanya-tanya di dalam hatinya, mengapa Dika belum juga datang, bukankah ia sudah janji ia akan menghadiri wisudanya.
”Dwi Yani” tibalah saat Ani untuk maju kedepan untuk menerima pelakat dan ucapan selemat dari sang Rektor, terdengar suara gemuruh tepuk tangan dari sahabat-sahabatnya dan keluarganya. dia pun terharu. Ya,..inilah hasil kerja kerasnya selama bertahun-tahun, namun pandangannya tidak pernah lepas dari kerumunan. namun, hasinya tetap sama.....ia tidak melihat Dika, ia pun merasa sangat kecewa.

Acara prosesi wisuda pun telah berlalu beberapa jam yang lalu, satu demi satu telah kembali ke tempat masing-masing dengan membawa kebahagiaan dihati mereka akan sebuah harapan dan cita-cita yang tinggal selangkah lagi mereka raih. Gedung Auditorium yang megah pun telah kembali sepi, namun Ani tetap berdiri dengan cemas menanti Dika dengan masih menggenakan pakaian toga, pakaian kebanggaan yang ingin dia tunjukkan kepada Dika.
Keluarga Ani telah berada di tempat kostnya setelah diantar teman satu kost beberapa jam yang lalu. Karena, Ani tidak mau orang tuanya menemaninya menunggu Dika, ia ingin menunggu Dika seorang diri,..ya hanya seorang diri.
Detik demi detik telah berlalu, menit pun telah berganti menjadi jam, dan dia hanya mendapati kenyataan Dika belum hadir di sana, namun setelah lama ia menunggu dan tidak ada hasil, ia memutuskan untuk pulang ke tempat kost dengan perasaan kecewa. Namun hujan mengguyur secara tiba-tiba dengan derasnya, dia pun mengurungkan niatnya untuk pulang dan memilih berteduh di bawah atap gedung Auditorium.
”Ani,..Ani......Ani
Tiba-tiba dia dikejutkan oleh suara seseorang yang memaggil namanya, suara yang berbaur menjadi satu dengan suara hujan yang semakin lebat sehingga terdengar samar-samar. Dika pikirnya, Namun ternyata tebakannya kali ini salah, ternyata Rinto teman seangkatan Dika, sambil mengusap air matanya yang berlinang, nafas yang tersenggal-senggal seakan seperti orang yang terburu-buru dan suara yang terbata-bata, ia pun menyampaikan sebuah kabar duka cita yang menyayat hatinya.
Kabar tentang kepergian Dika untuk selama-lamanya, karena sebuah kecelakaan lalu lintas yang menimpa, saat dalam perjalanan pulang menuju rumahnya seminggu yang lalu. Ketika sepeda motor yang dikemudikan Dika seminggu yang lalu tertabrak oleh truk yang melaju kencang.
Seketika itu hancur hatinya, lemas, haru, sedih, marah bercampur-baur menjadi satu, dia telah kehilangan seseorang yang sangat berarti dalam hidupnya. Kakinya gemetar bahkan dia tidak cukup kuat untuk berdiri dan menyandarkan tubuhnya di dinding Gedung, seketika itu dia pun segera teringat akan surat yang diberikan Dika kepadanya seminggu yang lalu yang dia letakan didalam saku baju dan segera membacanya dengan tangan gemetar.
To: Ani
Pertama-tama aku mau mengucapkan selamat atas gelar S.Si yang kini telah disandang
Ani maaf bila selama ini aku menghindar darimu. apa kau tau, sesungguhnya aku adalah orang yang paling pengecut di dunia ini, karena aku lari dari masalah dan membohongi diriku sendiri. Aku mau jujur kepadamu kalau sebenarnya selama ini aku mencintai dirimu, namun aku hanya dapat memendam perasaanku selama ini, aku takut kalau aku katakan itu kamu akan marah kepadaku.
Dan saat aku mempunyai sedikit keberanian untuk mengungkapkan kepadamu, kudengar engkau telah berpacaran dengan Raka dan aku pun mencoba menghindar, karena aku tidak mau merusak hubungan kalian. Namun menghindar adalah sebuah kesalahan terbesarku, karena selama apa pun aku menghindar, aku tetap tidak bisa membohongi perasaanku padamu,..aku mau menanyakan satu hal kepada kamu, apakah kamu juga merasakan apa yang aku rasakan?, apakah kamu mau menjadi pa...............................................................

Surat itu pun terputus hanya sampai disitu, karena tetesan air hujan yang deras itu telah menetesi surat Dika dan membuat surat tersebut tidak bisa dibaca kelanjutannya. Tinta surat tesebut telah bercampur air hujan dan mengaburkan kelanjutan tulisannya.
Surat itu pun jatuh ketanah, mungkin inilah pernyataan yang dinantikan Ani selama ini, namun semuanya sudah terlambat.
Ia pun takkuasa menahan air mata, ia pun menangis. Namun, ia tak tau, ia menangis karna apa?.apakah ia menangis karna terharu bahwa cintanya selama ini tidak bertepuk sebelah tangan dan karna hari ini ia telah resmi menyandang gelar sebagai seorang Sarjana. apakah ia menangis karna sedih, karna ia baru saja kehilangan sahabat terindahnya untuk selama-lamanya.....selamat jalan sahabat.


********
Dua tahun setelah kepergian Dika, Ani pun menyempatkan diri mengunjungi kampus UNS, tempat dia menuntut ilmu dan tempat kenangan terindah pernah terukir disini. Kini dia dapat berbangga hati, karena telah bekerja di Mabes Polri Jakarta, sebagai tim Forensik. Pekerjaan yang telah lama di impi-impikan Dika sahabatnya.
Namun seperti yang selalu Dika katakan, bahwa hidup terus berjalan, kita tidak bisa selalu larut dalam keharuan, hidup ini kenyataan hari ini bukan kenyataan massa lalu.... Sahabat..semoga engkau diterima disisi,-Nya, aku tau engkau dapat melihat dan bangga kepadaku,.....Selamat tinggal kampus UNS, selamat tinggal kenangan dan selamat jalan Mas Dika.

.

Rabu, 23 Mei 2012

Tuhan, Aku Ingin Mencintainya Dengan Sederhana



Tuhan, Aku Ingin Mencintainya Dengan Sederhana.

Sahabat yang baik,adalah sahabat yang sering sejalan dengan ku,
Dan menjaga nama baikku,ketika aku hidup,maupun setelah aku mati nanti,

Waktu seakan terasa cepat berlau meninggalkan sejuta kenangan yang terlalu berharga untuk dilupakannya, tak terasa ujian skripsi yang melelahkan dan menguras pikirannya akhirnya datang juga, seandainya ujian ini telah berhasil dilalui, berarti tinggal satu tahap lagi menuju gelar sarjana, ujian penentuan komprehensif. Tak terasa telah banyak beribu-ribu kisah yang telah ia lalui di kampus ini, baik suka maupun duka. Dia merasa tidak rela meninggalkan kampusnya tersebut, kampus yang telah banyak memberikan pengalaman-pengalaman baru yang amat berharga bagi dirinya. Ia tak rela meninggalkan semua ini, namun ia teringat perkataan seseorang sahabatnya yang pernah mengatakan:
 Inilah hidup, kita tidak akan pernah tau apa yang akan terjadi kemudian hari. Namun hidup terus berjalan, dan kita tidak bisa diam dalam satu titik. Bukankah kehidupan adalah sebuah perjalanan panjang yang sangat melelahkan” itulah kata-kata sahabatnya yang masih diingat atau mungkin akan selalu diingat dalam hatinya yang terdalam.
Dimas pun meilhat arloji yang melingkar di tangannya “Huh, sudah jam sebalas siang keluh Dimas seraya memandang-mandang kampusnya yang walau pun bangunannya tidak megah serta dapat dikatakan sederhana, namun di sini penuh dengan kehangatan dan keakraban, serta di sinilah tempat ia dan teman-temannya merajut mimpi. Hari ini Dimas akan menjalani ujian skripsi, atau satu tahap lagi sebelum menyandang gelar sarjana. “Ahhhh,...andai saja dia masih di sini, tentunya hari ini aku akan merasa ada semangat lebih untuk menjalani ujian skripsi ini....Ya, si cerewet. Bagaimanakah kabarnya kini?......Lala, temenku itu bernama Lala dan kami sudah tak bertemu selama satu tahun ini” batin Dimas sembari mengingat-ingat masalalu mereka. Ya, masalalu.
.Dia pun teringat beberapa tahun yang lalu ketika ia pertama kali mengenal Lala saat perkuliahan mata kuliah Fonologi, mata kuliah yang dosennya dikenal sangat disiplin. Setiap mahasiswa yang terlambat datang walau hanya 5 menit dilarang untuk memasuki kelas tanpa ampun, dan ketika itu mereka berdua terambat datang hingga merekapun tidak boleh mengikuti proses perkuliahan Fonologi hari itu. Dimas adalah senior yang baru mengambil mata kuliah tersebut. Dari hal tersebutlah mereka saling mengenal.
“Maaf kakak semester berapa yah? sepertinya buakan angkatan gue yah?” ujar Lala yang merupakan mahasiswa semester 2.
“Hahahaha,...saya senior kamu. Saya mahasiswa semester 4, kebetulan saya baru mengambil mata kuliah ini,...hehe” ujarnya dengan cengar-cengir.
Ohhh iya,....kenalin kak, nama gue Irsa Kumala, tapi lo bias panggil gue Lala aja” ujar Lala memperkenalkan diri pada Dimas.
“Wahhh,....anak Menado kayaknya nih dari logatnya...hehe” ujar Dimas sembari bercanda.
“Hahahahaha,....si kakak bisa aja bercandanya, asli Betawi dong,..” jawab Lala sambil senyum kecut.
Ohhh iya nama saya Dimas Prasetyo, panggi aja aku Dimas” ujar dimas sembari mengulurkan tangannya
Kamu asli mana kak Dimas?” tanya Lala
Aku asli Indonesia,....hahaha” berkata Dimas sambil tertawa.
“Ohhh asli Indonesia, gue kira asli Afrika kak,...hehe” cibir Lala sambil ikut tertawa.
“Iya deh gue asli Pemalang, tapi di sini ikut tante gue, kebetuan rumah tante gue di deket kampus ini jawabnya menirukan logot elo-gue Lala.
“Huhhh,...kok kak Dimas ikut-ikutan pake elo-gue nih, sinih bayar Royalti sama orang Betawi asli, melanggar Hak cipta itu,..haha” tertawa Lala yang merasa aneh mendengar Dimas yang orang Jawa asli menirukan logatnya.
Sebuah perkenalan yang sangat sederhana dan tak di sangka hubungan mereka pun menjadi semakin akrab, apalagi setelah ia tau bahwa Lala kos di dekat rumah tantenya tersebut, hampir setiap hari Lala bermain ke rumah tantenya yang hanya berjarak beberapa meter saja, untuk sekedar ngobrol, membantu tantenya memasak, ataupun untuk meminjam koleksi-koleksi komik Dimas yang kebetulan kolektor Komik Jepang tersebu. Kebetulan Lala pun juga seorang penggila komik sama sepertinya.
Mengenai kos Lala yang terletak di dekat rumah tantenya, Dimas pernah berfikir apakah itu sebuah kebetulankah, takdirkah atau sebuah jodohkah? Eits,..jangan salah mengartikan tentang jodoh dulu, bukankah jodoh tidak hanya soal pernikahan. Sebuah persahabatan, dan perjumpaan juga adalah sebuah jodoh yang diatur oleh Tuhan. Kalau mau dipikirkan, bukankah tempat kos begitu banyak di daerah sini, dan mengapa dia bisa kos di dekat rumah tantenya? Dimas sempat bertanya-tanya.
Hubungan mereka sangat akrab tidak seperti seorang senior dan juniornya, tapi lebih dari sekedar itu. Bahkan bisa dikatakan seperti ikatan persaudaraan. Dimas pun pernah mengunjungi rumah Lala beberapa kali saat libur semester di Jakarta Selatan, hinga keluarga Lala pun sudah menganal Dimas dengan baik. Dan Lala pun pernah mengunjungi rumahnya di Pemalang. Satu hal yang dia kagumi dari Lala dan keluarganya adalah bahwa Lala seorang anak pejabat tinggi, tetapi dia tak pernah memamerkan kekayaannya dan sombong dengan orang lain, begitu juga dengan keluarganya yang sangat hangat dan ramah dengan orang lain.
Bagi yang melihat keakraban dan kemesraan mereka pasti semua akan mengira mereka berpacaran, tapi hingga kini tak pernah ada di antara mereka yang mengatakan Cinta satu-samalainnya. Ya, cinta yang terpendam, mungkin inilah kata yang paling tepat utuk menggambarkan hubungan mereka.
Setelah seribu malam telah berlalu
Seribu mimpi pun musnah terkikis hampa
Mengapa seribu langkah mu menjauhi mimpi-mimpi
Mengapa  engkau telah menjauhi dirimu sendiri ,
wahai harapan
bukankah hidup adalah berharap,dan mengharap

Hay...bangun sudah siang tau, huh dasar kebo, katanya janji mau nemenin aku beli komik di Gramedia?” Gugah Lala sembari membuka horden dan menyipratkan air minum ke mata Dimas yang masih tertutup karna masih tertidur. Lala memang selalu masuk kamar Dimas tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Ya, seperti tadi yang dikatakan di awal cerita bahwa mereka berdua sudah seperti saudara. Tante Dimas pun tidak mempermasalahkan, karna tante Dimas yang tidak memiliki anak sudah menganggap Lala sebagai anaknya sendiri.
Ah elo La, buset pagi-pagi gini lo udah masuk ke kamarku aja. Gue baru bisa tidur nih, soalnya tadi aku nonton sepak bola di tivi “ berkata Dimas.
“Hahh pagi? ini udah siang loh kak Dimas !!”
“Udah siang? bukannya ini masih pagi La?” sambil mengucek-ngucek mata. “Ya ampun, iya udah jam sebelas, mana gue ada janji sama Desi lagi buat lari-lari pagi, hilang deh kesempatan gue buat pendekatan sama Desi anak Pertanian” berkata Dimas sambil mukanya yang masih lecek karna belum mandi, bertambah lebih lecek lagi karena mengingat akan hilangnya kesempatan mendekati cewek incarannya tersebut. Namun tanpa ia sadari, saat Dimas menyebut nama Desi, sejenak Lala pun terdiam.
“Ohhh Desi yang kemarin dikenalkan itu to..??” tanya Lala sambil manyun.
“Iya, kenapa kamu La? kok waktu gue ngomong Desi mukamu ditekuk kaya uang kertas  lecek aja,..haha” sindir Dimas.
“Tidak ada apa-apa kok” jawab Lala dengan gugup.
“Hayoo, jangan-jangan elo cemburu lagi nih,..haha”
“Enggak dong, aku kan udah nganggap kak Dimas sebagai pamanku,...haha” berkata Lala sambil nyengir kuda.
“Hahaha,....sialan gue dikira Paman lo, sinih kepalamu gue jitak” Dimas pun menarik tangan Lala dan siap menjitaknya.
“Bentar-bentar kak, ngomong-nomong kok logat bahasa kita ketukar yah, aku pake logat mbedog Jawa, dan kak Dimas pake logat elo-gue yah?” tanya Lala yang baru menyadarinya.
“Ohhh iya yah,...hahahahahaha” mereka pun menertawakan keanehan tersebut
Sembari tertawa Dimas pun tak sengaja mengarahkan pandangan ke sebuah poster tim Real Madrid yang terpampang begitu besarnya di kamar. Dan seketika itu Dimas ingat hal yang memilukan tentang kekalahan tim kesayangannya Real Madrid tadi pagi. Dia juga ingat kalo dia kemarin siang bertaruh dengan Lala, kalo Real Madrid tim kesayangannya kalah dari Barcelona, ia janji akan mentraktir Lala makan sepuas-puasnya di caffe “Niki Mawon” caffe tempat mereka tongkrong, begitu juga sebaliknya kalo Barcelona yang kalah Lala lah yang harus mentraktir.
“Ahhh jangan sampe Lala inget, mana dompet lagi tipis lagi,..hihihi” batin Dimas.
Walau pun mereka sama-sama mempunyai hobi baca komik, tapi untuk urusan sepak bola mereka mengidolakan tim yang berbeda. Dimas lebih menyukai tim Real Madrid, sedangkan Lala lebih menyukai tim Barcelona. Saking fanatiknya dengan tim masing-masing mereka pun sempat marahan berminggu-minggu karena bola.
Oh iya, gimana tadi pagi menang mana? solanya aku tadi ketiduran” Tanya Lala tak sabar.
Ahhhh sial, akhirnya kamu inget juga dengan taruhan kita,...huhh menang Barcelona 2:0” jawab Dimas dengan lesu.
Oho,..berarti kamu nanti teraktir aku dong, masih ingat kan dengan taruhan kita”  sambil menyikut lengan Dimas yang baru selesai mandi.
 Huh,...nyesel aku tadi bilang baru bisa tidur, gara-gara nonton bola di tivi sampe pagi, kamu jadi inget kita taruhan kemarin” jawab Dimas, seraya merapikan tempat tidurnya yang sudah seperti kapal pecah.
******
Sore ini sebelum ke caffe mereka berdua menuju toko buku tempat Favorit mereka terlebih dahulu, namun harapan Lala untuk di traktir oleh Dimas pun sirna, karna uang Dimas yang sudah tinggal pas-pasan buat ongkos pulang pun habis untuk membeli komik kesayangannya, dan pada akhirnya Lala lah yang malah mentraktir Dimas.
“Sering-sering aja yah La neraktir gue,...hahaha” tawa Dimas sambil senyum melihat Lala yang dari tadi manyun. Dan mereka berdua pun harus pulang jalan kaki setelah uang pas-pasan mereka habis buat beli komik dan makan-makan. Ya, Dimas tahu sebenarnya Lala masih punya banyak uang di ATMnya, kecil baginya untuk mengambil Jutaan rupiah, tapi itulah sifat Lala walaupun anak seorang pejabat tinggi namun dia adalah seorang yang sangat sederhana dan tidak sombong.
“Kak Dimas jalannya jangan cepet-cepet dong, capek nih..” teriak Lala yang lari-lari kecil karena tertinggal Dimas.
“Lari ahhhhh,...dasar Lele lamban” Dimas pun berlari bak pelari maraton.
“Huhhh dasar kak Dimas jahat namaku Lala bukan Lele, emangnya aku ikan apa, udah ditraktir malah ditinggal kabur, ngata-ngatain pula,...awas yah, tunggu pembalasanku” sambil mengajar Dimas yang sudah hampir sampai rumah.
Waktu pun terasa cepat berlalu tak terasa sudah satu tahun lebih mereka saling mengenal, namun entah kenapa akhir-akhir ini Dimas sudah sangat jarang berjumpa dengan Lala. Ya, Lala akhir-akhir ini menghilang bagaikan ditelan bumi. Pada suatu hari Dimas pernah berjumpa dengannya di sebuah jalan sekitar Rumah Sakit dan waktu itu Lala terlihat sangat lelah. Namun ketika ditanya mengapa dia terlihat lelah dan akhir-akhir ini dia jarang melihatnya, Lala dengan bangga mengatakan kalau kini dia sedang menjalankan bisnis pemasaran boneka dan bekerja paruh waktu di salah satu warnet. Lala juga mengatakan karna kesibukannya sekarang, dia meminta maaf kalau belum ada waktu untuk sekedar mampir ke rumah tante Dimas lagi dan dia pun sempat menitipkan salam untuk tante Dimas yang sudah menganggap Lala sebagai anaknya sendiri.
Banyak kesibukan-kesibukan yang telah memisahkan persahabatan mereka, Dimas bertekad akan fokus pada kuliahnya, sedangkan Lala yang memiliki sifat mandiri fokus pada bisnis dan pekerjaannya. Seandainya mereka bertemu di kampus pun mereka hanya sekedar tegur sapa, walaupun entah mengapa Dimas sudah sangat jarang melihat Lala di kampus lagi.
Dimas pernah bertanya pada teman satu angkatan Lala, namun sesuai dengan dugaannya, katanya Lala memang sudah sangat jarang masuk kuliah, apa yang sebenarnya terjadi? walau pun jarak rumah mereka berdekatan namun Dimas merasa segan untuk bermain ke kos Lala, apalagi kini Dimas tak lagi sendiri, kini ia telah berpacaran dengan Desi. Dan tentu hubungannya dengan Lala pun tak bisa seperti dulu lagi. Kini ada sebuah sekat yang memisahkan mereka, dan keakraban dengan Lala ditakutkan akan membuat Desi pacarnya menjadi terluka dan salah mengartikan.
Seseorang tidak akan tau apa yang dimilikinya,
Hingga,saat ia merasa sangat kehilangan nya

Di hati kecinya, Dimas sedang merasakan kebimbangan. Dia tak bisa membohongi hatinya. Dia memang tengah berpacaran dengan Desi, namun tak bisa dipungkiri ia sangat merindukan Lala. Ia merindukan canda-tawa, merindukan senyumnya, meridukan saat ia membaca komik bersama, dan segala hal tentang Lala memang selalu bisa membuatnya merasa senang dan bahagia. Dan tak beberapa lama melamun, ia di kejutkan oleh seseorang yang mengetuk pintu kamarnya hingga menyadarkan dari lamunan atas kebimbangannya.
Tok-tok-tok” suara pintu kamarnya terketuk dengan cukup keras dan ia pun menerka kira-kira siapakah yang mengetuk pintunya tersebut?, andaikan tantenya mengapa tidak langsung masuk saja, apakah Lala? Ahhh pasti tidak mungkin,...pikirnya
Iya sebentar yah jawab Dimas, dan ia pun membuka pintu kamar dengan perlahan-lahan. Dia tak tau harus terkejut, senang, atau terharu melihat seorang yang ada di hadapannya itu. Ia pun tidak dapat menggambarkan bagaimanakah perasaannya sekarang, ternyata Lala seorang yang selama ini di rindukan.
Hay,,,bolehkah saya masuk?” tanya Lala berlaga sopan.
“Ohhh,..silahkan masuk nona cantik pengusaha muda kita” jawab Dimas sembari tersenyum.
Oh,,,terima kasih tuan” mereka berdua pun tertawa bersama,
Hmmm yang sibuk bisnis sambil kerja dan yang sibuk fokus kuliah nih, jadi lupa sama sejarah,..haha” sindir tante Dimas yang muncul dari balik pintu.
“Ehhh tante, iya nih ponakan tante sombong banget kalo di kampus,..hehe” berkata Lala.
“Sembarangan, kamu juga,...huuuhhh dasar Lele” jawab Dimas.
“Namaku Lala, awas yah kalo ngomong Lele lagi,...hahaha”  dia pun melanjutkan kata-katanya “Ngak terasa sudah lama yah kita ngak tertawa berdua gini?” berkata Lala dengan mata sebam. Ya, memang sudah lama mereka tidak merasakan sebuah kebahagiaan seperti ini. Kebahagiaan yang dulu selalu diasakannya dan akhir-akhir ini hilang. Lala pun melihat sekelilng kamar Dimas yang penuh berserakan buku pelajaran, dan ia pun dapat menerka bahwa si pemilik kamar sedang belajar.
Kita keluar yuk Dimas, masa malam yang indah kaya gini dilewatkan dengan Cuma belajar terus di kamar sih, hitung-hitung refresing” ajak Lala.
“Kemana La?”
“Ada deh, yang pasti malam ini kita harus keluar dan menikmati malam yang indah ini dengan suka-cita, dan inget jangan ada duka yah?,...hehe”
“Kamu ngomong apa sih la?” jawab Dimas yang ngak paham dengan arah pembicaraan ini.
*****
Sesuai rencana awal Lala, malam ini Dimas pun bersedia meninggalkan kamarnya yang hangat untuk berinteraksi dengan dinginnya malam hari itu, mereka pergi bersama mencari hiburan, menonton bioskop, ke taman kota, dan makan di caffe favorit mereka. Namun kali ini Lala lah yang mendapat bagian mentraktir Dimas. Bercanda tawa bersama Lala memang membuat waktu berputar lebih cepat dari biasanya dan tak terasa saat ini sudah larut malam.
Sangat menyenangkan saling bercerita pengalaman-pengalaman unik mereka selama mereka tak bertemu, selama Dimas aktif di organisasi dan selama Lala menjalankan bisnis dan kerja di sebuah Warnet. Selalu ada hal lucu yang mereka ceritakan dari pengalaman mereka. Satu yang pasti ada dalam pikiran mereka, mereka sangat bahagia, dan ingin rasanya malam itu tidak pernah berakhir.
“Wahhh gak kerasa sudah sampai rumah, aku masuk dulu yah La..slamat malam Lala.” berkata Dimas ketika akan membuka pintu. Namun sebelum ia masuk pintu, suara Lala yang bercampur isakan air mata menghentikan langkahnya.
“Tunggu kak Dimas” berkata Lala lalu keheningan pun melanda malam itu.
“Ada apa La?” tanya Dimas.
“Mungkin ini terakhir kalinya aku berada di kota ini kak, karna besok pagi aku akan pulang ke Jakarta buat transit dan langsung terbang Singapura kak....aku ragu apakah suatu saat nanti kita bisa bertemu lagi”
“Singapura? berapa hari disana? terus kapan pulang kesini lagi La?” tanya Dimas yang terlihat mulai gusar.
Lala pun sejenak terdiam, ia terpaku menatap Dimas,....semilir angin yang melambai lembut malam itu pun serasa menusuk pori-pori malam itu, Ya, malam itu sangat hening....malam yang tidak ingin dijumpai mereka.
“Sudah lama aku menyimpan rahasia ini” berkata Lala yang di sambut oleh keheningan malam dan suara alunan jangkrik. “Aku mengidap kelainan jantung dan harus menjalani cangkok jantung di Sana, karna kemampuan medis di sini belum mampu” lanjut Lala berkata dengan mata yang berkaca-kaca.
“Kelainan Jantung? sejak kapan La” tanya Dimas dengan air mata yang mulai menetes di antara sela kedua pipinya.
“Sejak beberapa bulan ini” sejenak ia pun terdiam dan melanjutkan kata-katanya. “Sebenarnya aku berbohong waktu berkata bekerja paruh waktu dan bisnis boneka, yang sebenarnya terjadi, selama beberapa bulan ini aku terus-terusan berobat dan berkali-kali diopname di Rumah Sakit. Maaf bila selama ini aku telah membohongi banyak orang termasuk kamu dan tantemu”.berkata Lala sambil mengusap air matanya “Dan menurut dokter yang menanganiku, kesempatanku untuk hidup sudah sangat tipis kak, walau kemungkinan itu masih ada”.
“Kenapa selama ini kamu merahasiakan dariku? walaupun aku tak bisa membantumu, tapi setidaknya aku bisa membuatmu merasa tak sendiri, menemanimu dan menangis bersamamu” berkata Dika dengan nada tinggi.
“Jawabannya sederhana,...aku ngak mau membuat kak Dika sedih” jawab Lala, dan sejak kata-kata itu, mereka terdiam cukup lama sebelum Dika memecahkan keheningan
“Lalu bagaimana dengan kuliahmu?” tanya Dimas tak percaya.
“Entahlah kak,....saat ini aku sudah tidak memiliki impian lagi, seandainya ini pertemuan terakhir kita....”
“Tolong jangan katakan itu lagi, aku tak mau mendengarnya La, terima kasih untuk malam ini,....selamat malam Lala” Dika pun memotong perkataan Lala “Aku masuk rumah dulu” imbuh Dimas berkata dengan lesu dan tapapan kosong.
“Tunggu kak” ujarnya menghentikan langkah Dimas yang tinggal selangkah lagi memasuki rumah, “Aku ingin mengucapkan kata-kata yang mungkin ini merupakan kata-kata terakhir untukmu, semoga dengan kata-kataku ini bisa membuat kak Dimas tak sedih dan bisa melupakanku” berkata Lala dengan sebuah senyuman yang menggambarkan akan ketegarannya. Lanjutnya Semua ini adalah bagian dari kehidupan. Aku, kamu, kita dan mereka. Kita tidak akan pernah tau apa yang akan terjadi kemudian hari. Namun hidup terus berjalan, dan kita tidak bisa diam dalam satu titik. Bukankah kehidupan adalah sebuah perjalanan panjang yang sangat melelahkan”
Malam yang dipikirnya beberapa menit yang lalu sebagai malam terindah, kini menjadi malam paling suram dalam hidupnya. Ia pun menutup pintu dengan sisa tenaga dan memandang Lala yang berlalu melalui kaca jendela dengan setumpuk kesedihan.
“Semoga ini hanya mimpi,....semoga ini hanya mimpi,.....semoga ini hanya mimpi,.....semoga ini hanya mimpi” berkata Dimas berulang-ulang hingga terlelap. Namun saat dia terbangun hanyalah kenyataan pahit yang ada bahwa Lala memang telah pergi dari kota ini dan ini bukanlah mimpi, tapi kenyataan.
*****
Satu tahun berlalu,
Dimas pun tersadar dari lamunannya, tentang kenangannya beberapa tahun yang lalu. Ya, pagi ini ia telah menjalankan ujian skripsi, satu tahap untuk mendapatkan gelar sarjana. Jabatan tangan teman-teman Dimas hadir yang menyaksikan dari luar ruangan menyudahi ujian tersebut. Ujian skripsi addalah ujian yang tertutup dan hanya Dosen pembimbing dan Dosen penguji yang berada dalam ruangan dan Dimas pun dapat tersenyum lebar karena dia mendapatkan nilai A.
       “Dimas Prasetyo Adi, selamat yah” berkata Desi yang hadir di ujian skripsinya dan dari tadi menyaksikan dari luar.
         “Makasih Des... jawabnya sembari tersenyum. 
        “Oh iya ini ada titipan buat kamu dari seseorang” berkata Desi sambil mengulurkan tangannya yang membawa sobekan kertas yang terlipat.
        “Dari siapa ini?” tanya dimas yang terheran-heran.
        “Buka saja kamu pasti tau,..” jawab Desi sembari tersenyum-senyum.
Dan dia pun membuka sobekan kertas tersebut dan mambacanya:
        Buat kak Dimas.
       Selamat yah atas ujian skripsinya, satu rintangan telah terlewati, dan satu tahap lagi menuju gelar sarjana, Semangat !
        Dan lebih kaget lagi saat tau siapa pengirimnya. Dari sobekan kertas itu tertulis bahwa pengirimnya adalah Lala, seorang yang sangat dirindukannya, pandangan matanya pun sekilas tertuju pada jendela di ruangan itu dan melihat samar-samar Lala berdiri di depan tempat itu dengan senyum penuh kerahaman khasnya, namun ketika ia lari-lari kecil menuju tempat Lala tadi berada, ia sudah tidak ada di sana, apakah apa yang dilihatnya tadi hanyalah sebuah ilusi. Apakah sobekan kertas itu hanyalah kebohongan Desi?, dan Desi berniat mengerjai dirinya, karena dendam setelah diputuskan cintanya setahun yang lalu? entahlah.
Ia pun berjalan lesu meninggalkan ruangan tempat ujian skripsinya, dan tanpa ia sadari kini ia berjalan menuju kelas tempat pertama kali ia menganal Lala. Tiba-tiba ia pun berhenti dan perlahan-lahan memuka pintu kelas itu.
        “Ahhh,....sebuah kenangan lama. Ya, pasti apa yang dilihatnya tadi hanyalah ilusi, bukankah Lala sendiri yang mengatakan bahwa harapannya untuk hidup sudah tipis” Dika pun meninggalkan kampusnya dengan senyum karna mengingat kenangan indahnya bersama Lala.
*****
         "Aku ingin mencintaimu dengan sederhana...
Seperti kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu...
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana...
Seperti isyarat yang tak sempat dikirimkan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada..."
Itu adalah kata-kata cinta seorang Sapardi Djoko Damono dan aku tak ingin seperti Kahlil Gibran yang sampai akhir hidupnya ia tak mempunyai keberanian untuk mengutarakan perasaan kepada wanita yang sangat dicintainya, dan meninggal dengan rasa kecewa,..
“Dan aku pun seperti itu. Ya, namaku adalah Dimas, seorang yang tidak mempunyai keberanian untuk mengungkapkan perasaan dan kini menyesalinya”. pikir Dimas.
Hari ini Dimas tengah duduk menyendiri membaca dan memilih-milih buku di sebuah toko buku tempat dia dan Lala biasa membeli ataupun untuk melihat-lihat komik Jepang favoritnya. Namun akhir-akhir ini dia lebih senang membeli buku-buku novel dan motivasi. Baginya komik-komik Jepang hanya akan mengingatkan ia dengan Lala, bukankah dia harus berusaha melupakannya, walau kenangan-kenangan indah bersamanya tidak akan pernah terlupakan.
Entah kenapa menurutnya toko buku selalu bisa membuatnya melupakan sedikit kesedihan, masalah dan kepenatan. Menurutnya mengunjungi toko buku lebih menyenangkan dari pada menonton filem di gedung bioskop. Baginya toko buku selalu menghadirkan ketenangan walaupun banyak orang-orang yang berlalu-lalang di sini.
         “Maaf mau tanya, kalau mau nyari komik Zengki edisi terbaru di mana yah?” ujar seseorang yang berdiri di depannya dan membangunkan dari lamunannya.
         “Kalo Komik cari saja di belakang tempat ini...” jawab Dimas dengan pandangan mata yang masih tertuju pada buku yang sedang dibacanya. Namun dia merasa tak asing dengan suara itu dan perlahan-lahan menengadahkan kepala untuk melihat siapa lawan bicaranya tersebut, dan dia pun tak percaya dengan apa yang dilihatnya.
         “Lala kamu sudah sembuh? kapan datang? dan bagaimana kabarmu? ahhh tidak ini pasti mimpi dan lagi-lagi aku pasti berhalusinasi” berkata Dimas dengan nada memburu.
         “Iya kak, ini aku, dan aku nyata bukan ilusi. Dokter telah berhasil melakukan pencakokan jantung, dan saya sudah dinyatakan sembuh oleh dokter...” berkata Lala dengan mata yang berkaca-kaca dan senyumnya yang khas.
         “Jadi apa yang aku lihat di ujian skripsiku..??” tanya Dimas tak kuasa menahan kegembiraannya.
         “Iya itu aku. Aku sudah  di kota ini sejak seminggu yang lalu” sejenak terdiam “Mulai semester depan aku akan kembali mulai kuliah dan kos di tempat yang dulu, rencananya aku pengim membuat kejutan buat kak Dimas” ujarnya dengan senyum yang mengembang.
         “Ahhh,..kamu La, ada-ada saja..” jawab Dimas yang sangat senang dapat melihat Lala kembali.
         “Kak Dimas, apa kamu pernah membaca sebuah syair dari sebuah buku Kumpulan Kata-Kata Bijak literatur penulis besar Indonesia??..Di situ ada sebuah syair yang sangat aku sukai”. Lala pun berkata dan kata-kata tersebut telah memecah rasa canggung yang hadir, karena mereka sudah lama tak saling bertemu.
         “Cintai aku dengan sederhana, maka aku akan mencintaimu penuh semesta” jawab Dimas dan Lala pun melanjutkan kata-kata tersebut.
         “Dan aku berharap orang yang mencintai aku dengan sederhana adalah kamu Dimas Presetyo Adi” berkata Lala dengan rasa malu-malu.
         “Jadi selama ini kita saling mencintai dan memendam perasaan kita?” tanya Dimas dengan langsung memeluk erat Lala.
         “Kak Dimas,...lepasin ahh, kan malu dilihatin orang-orang” berkata Lala.
         “Aku gak peduli, aku ngak mau kehilangan kamu lagi” setelah beberapa lama memeluk, perlahan-lahan Dimas melepaskan pelukannya dan berkata dengan berteriak
         “Lala aku sangat mencintaimu...!!!” sontak orang-orang yang berada di dalam toko buku itu pun terdiam dan mengarahkan pandangan ke arah mereka, dan mereka berdua pun tersenyum dan tertawa kecil setelah meninggalkan toko buku itu dengan bergandengan tangan.
-TAMAT-
Janganah sudah merasa berpuas diri terhadap sebuah keberhasilan,
Karna ujian yang sebenar nya akan hadir setelah itu  

Porwokerto,23 Mei 2012

Selasa, 15 Mei 2012

Puisiku




LANGKAH

2008
Langkahnya terasa berat
Ketika ia menggantungkan seribu mimpi,
Di atas angkasa
Semesta hari ini pun muram
Meratapi janjinya kepada pagi
Mengapa esok tak jua datang?

Ia duduk menyendiri diatas horizon semesta
Dalam dunianya yang hampa, dan tidak berbentuk
Semuanya tampak sama
Bahkan bumi pun dapat mendengar kepiluannya,
Mengapa ia menyendiri?

Bukankah ia adalah ratu pagi?
Bukankah ia adalah sang matahari?
Bukankah ia adalah seribu bintang?
Mengapa ia menyendiri?
Hanya ia yang dapat menjawab semuanya ini.



KERIDUAN

2007
Kutulis rangkaian kata
Kala hujan membasahi kotaku ini
Kota di mana engkau pernah menacapkan kisahmu,
Bersama langkahmu,
Yang pernah menapaki Setiap ruas jalan ini.
Kini jalan ini telah kau tinggalkan,
Untuk menggapai segenap mimpi-mimpimu

Bagaimanakah kabarmu pujaan?
Apakah di kotamu, hujan membasahi cakrawala malam ini?
Apakah kau tau, setiap sudut kota ini merindukan bayangmu?
Apakah kau tau malam ini aku terjaga, menanti pagi,
dan memandang cakrawala langit
Agar dapat memegang bayangmu?

Mengapa hari ini pagi tak kunjung datang dan mentari terbit kembali?
Karna, pagilah tempat harapan baru itu muncul dan kembali

Tetaplah engkau terhanyut dalam Duniamu,
Dan aku pun akan tetap dengan duniaku.



SEBUAH HARAPAN

2009
Dia adalah sebuah nama.
Dia terasing di dalam riuh dunia ini
Hanya dedaunan dan kicau burungah sahabatnya
Dan hanya kerikil tajam,
dan hamparan bumilah yang setia menemani langkahnya.
Namun,  jejaknya tak akan pernah terhenti
Meski bumi memberatkan langkahnya

Dia terus melangkah, dan terus melangkah
lalu bersenandung tentang sebuah harapan yang indah,
bermimpi akan sebuah cita-cita,
dan bertasbih akan Surga.



PENCERAHAN

2009
Hujan mengguyur pagi ini
Rintik hujan bagai kilauan mata pedang,
yang menghujam jantung bumi.
Adakah sebuah harapan?

Di dalam langit yang tanpa tiang ini
Warna pelangi membingkai angkasa,
dan pepohonan pun menjadi pena sang pencipta,
untuk melukis cakrawala.
Hingga kota tua ini pun seakan berwarna kembali,
bersama epos tentang kejayaan masalalu Negri ini.




SENJA
2007
Hari ini aku sendiri berkawan dengan waktu
Memandang pelita yang memisahkan kita
Saat ini hujan turun membasahi kotaku,
Apakah hujan pun membasahi kota mu?

Hanya senja inilah yang dapat kuberikan kepadamu
Sesungguhnya aku ingin menyeberangi samudra,
Melintasi cakrawala dan mendaki gunung tertinggi.
untuk berjumpa dengan dirimu,
namun aku tak mampu

Hanya senja inilah yang berhasil kudapatkan dari pencarianku.
Ketika kulihat di ufuk barat, langit mulai mengelabu
Dan mentari kulihat menghilang ditelan waktu
Dan bersembunyi di balik bumi
semoga dengan senja ini, engkau tak akan melupakan aku


SEBUAH NEGRI YANG KACAU
2009
Di sudut bumi yang kacau ini,
suara langit memudar tergantikan pekat malam
bangunan-bangunan pencakar langit pun runtuh tak tersisa
Seorang mencoba menggenggam rembulan,
memanah mentari dan membelah angkasa.
Namun yang didapatnya adalah bara,
yang menghanguskan sanubari

Di sudut bumi yang hampa ini,
setiap kenyataan adalah ilusi,
yang memudar, memudar....dan terus memudar,
hingga hilang terkikis oleh cengkraman jagad raya

Di sudut bumi yang tidak beradab ini,
seekor rajawali melintasi angkasa dan mencabik cakrawala
memecahkan harapan berjuta orang yang bermimpi

Waktulah yang menjadikan seekor rajawali haus akan kematian,
rindu akan kekuasaan
dan suara rintih ketakutan,
bagaikan sebuah nyanyian yang merdu baginya
Dan waktulah yang menjadikan sang cakrawala terbelenggu,
dan terinjak oleh angkuhnya cengkraman sang rajawali (Penguasa).

SEBUAH KENANGAN
2009
Telah lama kuhitung detik, menanti hari,
dan menunggu waktu berlalu, tanpa berjumpa dengan mu

Engkau menghilang bagaikan ditelan bumi
Membawa kembali cerita indah yang pernah kau berikan kepadaku

Sungguh aku ingin memandang dirimu kembali
Apakah embun pagi masih memuji kecantikanmu,
Apakah mentari masih selalu rindu untuk menyentuhmu

Sungguh aku ingin mendengar ceritamu,
cerita tentang hari-hari yang kau lalui selama ini
Dan menghirup udara pagi bersamamu,seperti saat itu

Namun aku takut,ketika penantianku telah berakhir
Dan aku menemukanmu di ujung waktu,
Kudapati engkau telah melupakan aku


TUHAN
2009
Waktu telah berlalu tanpa sesuatu yang pasti
Namun cahaya sinar Nya,
Merajam dinding ruang hatiku yang tak berarti ini
Telah banyak khilaf yang tak terkira
Ketika aku bersembunyi di balik cadar keangkuhan

Bersama semilir angin, Dia menyampaikan
ayat-ayat-Nya,
Bersama hamparan bumi, Dia ajarkan
semua yang hidup bertasbih memuji-Nya

Bukankah berjuta bintang
Dia ciptakan bagi langkah-langkah yang tersesat,
dalam belantara malam
Bukankah dia menciptakan halilintar,
untuk mengingatkan kita akan maut

Kapankan maut menjemput kita?
Dan maut hari ini menjemput siapa?
Kita tidak akan pernah tau.

MALAM (untuk yang telah pergi)

2008
Dia adalah malam,
Dia adalah sepenggal cerita dari jalan hidupku
Wahai manusia di ujung dunia,
apakah kau telah menemukan dasar dari perjalanan ini?
bukankah kau telah menjelajahi dunia?
apakah yang kini kau dapatkan wahai penjelajah waktu?

Dia adalah malam,
yang terus berjalan diantara jalan hidupku
Kapankah engkau berhenti dari jalanmu yang berliku,
Wahai penjelajah waktu,
mengapa engkau terus lari dari semua ini,
bukankah engkau adalah malam.

Kini engkau telah pergi bersama pekat malam,
meninggalkan sejuta kerinduan,
bersama mimpi-mimpimu yang belum kau gapai.
Kini engkau telah pergi membawa berjuta kisah
Kini tak ada lagi canda tawamu,
kini tak ku lihat lagi senyummu

Kau telah mengakhiri perjalanan panjangmu,
menyelesaikan sebuah sekenario sempurna dari sang pencipta
Ragamu memang telah pergi,
namun pemikiran-pemikiranmu akan selalu abadi

Dan aku akan selalu memandang langit saat matahari telah terbenam
karna dia adalah…..malam



SURAT CINTA UNTUK PALESTINA

2008
Desir-desir peulru memekakkan teinga, membahana di angkasa
Debu-debu menyatu bersama udara siang itu
Mayat-mayat tak berbosa bergelimpangan
Yang tersisa hanyaah luka,
Ketakutan, kesedian, dan airmata

Tidakkah cukup ribuan nyawa melayang?
Tidakkah kau lihat bumi pun menangis
Menyaksikan ras manusia melawan ras manusia?
Bukankah kita berpijak di bumi yang sama?

Semuanya hancur,
sehancur hati mereka yang ditinggakan
Apakah ini sebuah mimpi panjang?
Apakah kita sudah terjaga dari mimpi kita?
Apakah ini hanyalah sebuah cerita?
Apakah Palestina hanyalah sebuah legenda?

Janganlah menangis Palestina
Bukankah yang telah pergi tak bisa kembali
Tidakkah kaulihat masih ada secercah harapan,
yang menunggu di depanmu
Kini saat nya untuk bangkit
Dan membangun kembali puing-puing harapanmu,
yang masih tersisa